Lintaskontainer.co.id, Nunukan, 27 Juni 2025 – Pelabuhan Nunukan, Kalimantan Utara, yang dikenal sebagai Pelabuhan Tunon Taka, menghadapi tantangan serius dalam mendukung distribusi logistik di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia.
Kondisi infrastruktur pelabuhan yang lemah, termasuk pendangkalan alur pelayaran dan keterbatasan fasilitas bongkar muat, menjadi hambatan utama kelancaran logistik, terutama kebutuhan pokok dan barang perdagangan.

Baca Juga
Truk Kontainer Mogok di Jalan Merdeka Kota Kupang, Lalu Lintas Macet Panjang!
Menurut laporan, kedalaman alur pelayaran di Pelabuhan Nunukan hanya berkisar 3,5-4 meter, jauh dari ideal untuk kapal kargo besar seperti kontainer atau kapal Ro-Ro. Hal ini menyebabkan risiko kandas, memperlambat bongkar muat, dan meningkatkan biaya logistik.
“Kapal besar sering kesulitan masuk, terutama saat muatan penuh. Ini berdampak pada jadwal distribusi,” ujar Hendri Amir, Kasubdit Penataan Alur dan Perlintasan Direktorat Kenavigasian, dalam FGD di Bogor (18/11/2021).
Baca Juga
Logistik Melaju! Volume Kontainer KA Tembus Rekor Baru 239.346 Ton
Pelabuhan Nunukan, yang juga melayani lintas batas ke Tawau, Malaysia, merupakan simpul vital dalam program Tol Laut Jalur VIII, yang diresmikan Presiden Joko Widodo sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) pada 2017.
Namun, minimnya fasilitas seperti gudang penyimpanan, kontainer reefer untuk komoditas perikanan, dan peralatan modern menyebabkan antrean panjang dan keterlambatan. Biaya kargo dari Surabaya ke Nunukan mencapai Rp11,52 juta per TEU, jauh lebih mahal dibandingkan rute Surabaya-Makassar (Rp3,8 juta).
Masyarakat Nunukan mengeluhkan disparitas harga kebutuhan pokok akibat distribusi yang tersendat. “Harga beras dan bahan pokok sering lebih mahal karena logistik terhambat,” kata Adi, buruh pelabuhan.
Baca Juga : Bea Cukai Madura Sita 22 Juta Rokok Ilegal: Pemilik Masih Misterius!